KAJIAN KRITIS
PIPANISASI KALIJA (Kalimantan-Jawa)
Setelah sempat tertunda beberapa
tahun issu terkait “Pipanisasi Kalija (Kalimantan-Jawa)” kini mulai mencuat
kembali. Isue yang beredar di kalangan akademisi dan masyarakat bahwa
“Pipanisasi Kalija” mulai dikerjakan sekitar tahun 2013 atau 2014 mendatang.
Dalam pembahasannya, Megaproyek
Pipanisasi gas LNG Badak dari kota Bontang ke Semarang merupakan proyek dalam
skala nasional yang tak tersentuh oleh publik ditengah maraknya issu-issu
nasional saat ini berkembang. Padahal jika proyek ini dijalankan maka secara
otomatis PT Badak semakin lama akan berhenti beroperasi secara berkala, ini
secara otomatis akan mempengaruhi perkembangan ekonomi masyarakat Kota Bontang
yang sebagian besar bergantung dengan perusahan asing tersebut, serta semakin
teralenianya pembangunan Kaltim dalam pemenuhan kebutuhan daerah akan SDA di
sector Migas. Proyek pipanisasi gas kalija ini juga bertentangan dengan
beberapa aspek diantaranya:
1.
Proyek Pipanisasi Gas Kalija tersebut perlu mempertimbangkan
hal yang meliputi ;
a.
Kajian aspek ekonomis baik nasional maupun daerah.
b.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
c.
Studi Kelayakan Teknis
d.
Kajian Optimalisasi Supply
Demand Gas Untuk Daerah dan Nasional
e.
Kajian Optimalisasi Kebutuhan Gas untuk PLTGU Tambak Lorok
Semarang dan Kebutuhan Gas untuk Pemenuhan Listrik di Kaltim.
f.
Kajian dampak proyek ini terhadap perkembangan Industri
Petrokimia Bontang khususnya PT. Pupuk Kaltim.
g.
Kajian Dampak Sosial Masyarakat.
2.
Proyek ini bertolak belakang dengan Kebijakan Presiden RI
tentang Bangun Industri Nasional, yang mana akan mengembangakan Klaster
Industri Petrokimia Kaltim. Sementara saat ini pengembangan Klaster Industri
Petrokimia Kaltim mengalami stagnasi, salah satu faktor penyebabnya adalah
kurangnya pasokan bahan baku Gas di Kaltim (dalam Undang-Undang disebutkan
minimal 20 %, meskipun dalam perhitungan jumlah tersebut sangat kurang untuk
menumbuhkan industri Petrokimia di Kaltim).
3.
Proyek Pipanisasi Gas Kalija ini juga bertolak belakang
dengan program MP3EI yang dicanangkan Kementerian Koordinator Ekonomi, dimana
Kaltim yang termasuk Koridor III sebagai pusat Industri Gas Alam dan Minyak. Sementara
itu, untuk merealisasikan program MP3EI tersebut Kaltim perlu menumbuhkan
sektor Industri berbasis Gas Alam, dengan konsekuensi penambahan kuota Gas
untuk Provinsi dan daerah di Kaltim.
4.
Selama ini Kaltim masih kekurangan daya listrik baik untuk
rumah tangga maupun sektor industri, yang menjadi penyebab utamanya adalah tidak
dibangunnya Pembangkit Tenaga Mandiri yang dengan menggunakan bahan baku Migas
Alam. Hal ini sangat kontradiktif dengan keberadaan Kaltim sebagai salah satu
daerah penghasil Gas terbesar di negeri ini. Perlu
disampaikan bahwa kondisi ini masih belum menjadi perhatian utama pembangunan
yang di canangkan Pemerintah, sehingga berdampak pada lambatnya pertumbuhan
industri dan investasi di Kalimantan Timur.
5.
Kebijakan supply
Gas ke Jawa pada satu sisi merupakan kebijakan yang tepat karena selama ini supply Gas dominan untuk ekspor, namun
demikian saya juga berpandangan bahwa kebutuhan untuk daerah perlu dilakukan
kebijakan terkait kuota. Sehingga ada perimbangan yang optimal antara kuota Gas
untuk Pusat dan Daerah, mengingat selama ini Kaltim kekurangan kuota Gas
khususnya untuk kebutuhan Listrik dan Industri.
6.
Kondisi perekonomian sektor Migas di Kaltim selama ini tidak
menumbuhkan value added atau nilai
tambah terhadap sektor riil perekonomian masyarakat karena terikat kebijakan supply demand Migas yang terfokus pada
penjualan migas dalam bentuk mentah ke luar daerah. Oleh karena itu sangat perlu
dilakukan pembahasan kembali kebijakan Migas untuk pengolahan Migas di Kaltim
sesuai pohon industri Migas sehingga akan tumbuh industri turunan Migas di
Kaltim yang konsekuensinya adalah pengurangan penjualan Migas dalam bentuk
mentah, dan perlu penambahan kuota Gas untuk
daerah.
Dalam kasus ini, pemerintah juga
kurang transparan kepada khalayak publik mengenai kapan kepastian pelaksanaan
proyek ini dan masyarkat juga perlu tahu aspek analisa dampak lingkungannya
agar masyarkat khususnya masyarakat kota Bontang paham dan mengerti terkait
aspek keuntungan dan kerugian jika proyek ini benar-benar di jalankan.
Jika alasan-alasan yang
digunakan untuk menjalankan proyek ini adalah terkait kebutuhan gas dalam negeri,
maka mengapa tidak melalui kapal saja dalam menyuplai gas ke pulau jawa.
Cara ini bahkan lebih hemat daripada harus membangun infrastruktur yang menelan
biaya tidak sedikit. Yang akan merasakan dampak
negative dari proyek ini tentu saja masyarakat kota Bontang dimana ketika sudah
tidak beroperasinya PT Badak maka akan terjadi PHK massal sehingga
mengakibatkan peningkatan pemgangguran di kota Bontang.
Walau pun Keputusan Menko Bidang
Perekonomian Nomor Kep-57/M.EKON/10/2005 tanggal 11 Oktober 2005 tentang
penetapan Kebijakan Pelaksanaan Pembangunan Pipa Trasnmisi Gas Kalimantan
Timur-Jawa Tengah dan surat Keputusan Kepala BPH Migas No.042/Kpts/PL/BPH
Migas/Kom/VII/2006 anggal 27 Juli 2006 telah menetapkan PT Bakrie&Brothers
Tbk., sebagai pemenang lelang ruas transmisi Kalija, pemerintah kota Bontang dan
Provinsi Kaltim pun harus berani mengambil langkah secepatnya untuk menolak
kebijakan ini agar perekonomian di kota Bontang dan Kaltim tetap stabil.
Bontang, Januari 2013
Rendi Purwadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar