Jumat, 18 Januari 2019

Kajian Kritis Pipanisasi Kalimantan-Jawa


KAJIAN KRITIS
PIPANISASI KALIJA (Kalimantan-Jawa)

Setelah sempat tertunda beberapa tahun issu terkait “Pipanisasi Kalija (Kalimantan-Jawa)” kini mulai mencuat kembali. Isue yang beredar di kalangan akademisi dan masyarakat bahwa “Pipanisasi Kalija” mulai dikerjakan sekitar tahun 2013 atau 2014 mendatang.

Dalam pembahasannya, Megaproyek Pipanisasi gas LNG Badak dari kota Bontang ke Semarang merupakan proyek dalam skala nasional yang tak tersentuh oleh publik ditengah maraknya issu-issu nasional saat ini berkembang. Padahal jika proyek ini dijalankan maka secara otomatis PT Badak semakin lama akan berhenti beroperasi secara berkala, ini secara otomatis akan mempengaruhi perkembangan ekonomi masyarakat Kota Bontang yang sebagian besar bergantung dengan perusahan asing tersebut, serta semakin teralenianya pembangunan Kaltim dalam pemenuhan kebutuhan daerah akan SDA di sector Migas. Proyek pipanisasi gas kalija ini juga bertentangan dengan beberapa aspek diantaranya:
1.      Proyek Pipanisasi Gas Kalija tersebut perlu mempertimbangkan hal yang meliputi ;
a.       Kajian aspek ekonomis baik nasional maupun daerah.
b.      Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
c.       Studi Kelayakan Teknis
d.      Kajian Optimalisasi Supply Demand Gas Untuk Daerah dan Nasional
e.       Kajian Optimalisasi Kebutuhan Gas untuk PLTGU Tambak Lorok Semarang dan Kebutuhan Gas untuk Pemenuhan Listrik di Kaltim.
f.       Kajian dampak proyek ini terhadap perkembangan Industri Petrokimia Bontang khususnya PT. Pupuk Kaltim.
g.      Kajian Dampak Sosial Masyarakat.
2.      Proyek ini bertolak belakang dengan Kebijakan Presiden RI tentang Bangun Industri Nasional, yang mana akan mengembangakan Klaster Industri Petrokimia Kaltim. Sementara saat ini pengembangan Klaster Industri Petrokimia Kaltim mengalami stagnasi, salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya pasokan bahan baku Gas di Kaltim (dalam Undang-Undang disebutkan minimal 20 %, meskipun dalam perhitungan jumlah tersebut sangat kurang untuk menumbuhkan industri Petrokimia di Kaltim).
3.      Proyek Pipanisasi Gas Kalija ini juga bertolak belakang dengan program MP3EI yang dicanangkan Kementerian Koordinator Ekonomi, dimana Kaltim yang termasuk Koridor III sebagai pusat Industri Gas Alam dan Minyak. Sementara itu, untuk merealisasikan program MP3EI tersebut Kaltim perlu menumbuhkan sektor Industri berbasis Gas Alam, dengan konsekuensi penambahan kuota Gas untuk Provinsi dan daerah di Kaltim.
4.      Selama ini Kaltim masih kekurangan daya listrik baik untuk rumah tangga maupun sektor industri, yang menjadi penyebab utamanya adalah tidak dibangunnya Pembangkit Tenaga Mandiri yang dengan menggunakan bahan baku Migas Alam. Hal ini sangat kontradiktif dengan keberadaan Kaltim sebagai salah satu daerah penghasil Gas terbesar di negeri ini. Perlu disampaikan bahwa kondisi ini masih belum menjadi perhatian utama pembangunan yang di canangkan Pemerintah, sehingga berdampak pada lambatnya pertumbuhan industri dan investasi di Kalimantan Timur.
5.      Kebijakan supply Gas ke Jawa pada satu sisi merupakan kebijakan yang tepat karena selama ini supply Gas dominan untuk ekspor, namun demikian saya juga berpandangan bahwa kebutuhan untuk daerah perlu dilakukan kebijakan terkait kuota. Sehingga ada perimbangan yang optimal antara kuota Gas untuk Pusat dan Daerah, mengingat selama ini Kaltim kekurangan kuota Gas khususnya untuk kebutuhan Listrik dan Industri.
6.      Kondisi perekonomian sektor Migas di Kaltim selama ini tidak menumbuhkan value added atau nilai tambah terhadap sektor riil perekonomian masyarakat karena terikat kebijakan supply demand Migas yang terfokus pada penjualan migas dalam bentuk mentah ke luar daerah. Oleh karena itu sangat perlu dilakukan pembahasan kembali kebijakan Migas untuk pengolahan Migas di Kaltim sesuai pohon industri Migas sehingga akan tumbuh industri turunan Migas di Kaltim yang konsekuensinya adalah pengurangan penjualan Migas dalam bentuk mentah, dan perlu penambahan kuota Gas untuk daerah.

Dalam kasus ini, pemerintah juga kurang transparan kepada khalayak publik mengenai kapan kepastian pelaksanaan proyek ini dan masyarkat juga perlu tahu aspek analisa dampak lingkungannya agar masyarkat khususnya masyarakat kota Bontang paham dan mengerti terkait aspek keuntungan dan kerugian jika proyek ini benar-benar di jalankan.

Jika alasan-alasan yang digunakan untuk menjalankan proyek ini adalah terkait kebutuhan gas dalam negeri, maka mengapa tidak melalui kapal saja dalam menyuplai gas ke pulau jawa. Cara ini bahkan lebih hemat daripada harus membangun infrastruktur yang menelan biaya tidak sedikit. Yang akan merasakan dampak negative dari proyek ini tentu saja masyarakat kota Bontang dimana ketika sudah tidak beroperasinya PT Badak maka akan terjadi PHK massal sehingga mengakibatkan peningkatan pemgangguran di kota Bontang.

Walau pun Keputusan Menko Bidang Perekonomian Nomor Kep-57/M.EKON/10/2005 tanggal 11 Oktober 2005 tentang penetapan Kebijakan Pelaksanaan Pembangunan Pipa Trasnmisi Gas Kalimantan Timur-Jawa Tengah dan surat Keputusan Kepala BPH Migas No.042/Kpts/PL/BPH Migas/Kom/VII/2006 anggal 27 Juli 2006 telah menetapkan PT Bakrie&Brothers Tbk., sebagai pemenang lelang ruas transmisi Kalija, pemerintah kota Bontang dan Provinsi Kaltim pun harus berani mengambil langkah secepatnya untuk menolak kebijakan ini agar perekonomian di kota Bontang dan Kaltim tetap stabil.



Bontang, Januari 2013

Rendi Purwadi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar